Sabtu, 22 Agustus 2015

Rudy Harsono



Si Roed......

Rasanya ibunya dulu melahirkan dia, hanya bercita-cita sederhana: anaknya lahir sehat dan berguna bagi nusa dan bangsa (merdeka!!!!!!). Tidak lebih. Tapi apa daya,  sebagai seorang pribadi yang mandiri, dia telah menentukan jalan hidupnya sendiri: menjadi seorang pendekar. Sebagai seorang satrio ing Ngalogo (bukan satrio Piningit of course), dia memperoleh posisi yang terhormat: dewan guru (ilmunya banyak lho!! ya Kokoh Tegangan, ya Mektan, ya Hidrolika de es be). Itulah Rudy Harsono, meski lebih bangga dipanggil Si Roed, yang ngakunya punya rumah di jl.Raya Malangsuko28 Tumpang, Malang.

Dengan berbekal keilmuannya itulah, dia melebarkan sayap pergaulannya: dengan kakak kelasnya, adik kelasnya dan jurusan lain seperti pengairan (Underline, Bold, Font 18). Dan dengan rasa percaya diri yang kuat (sebagai pendekar itu tadi, tau!!) dia mewakili angkatan ’91 duduk di BPM. Siapa berani mendekat, sikat!!!  tidak pandang bulu, bulu apa saja deh.

Pokoknya dia mencoba berjuang sekuat tenaga untuk mewakili partainya. Dalam hal ini posisi dia kuat, karena didukung dengan suara mayoritas, sehingga syarat pendukungnya >2% jelas terpenuhi. Tapi yang pasti, dia tidak menuntut gaji 10 juta dan tunjangan mobil Kijang, karena dia sadar sesadar-sadarnya bahwa BPM berbeda dengan KPU. Sungguhpun perjuangan dia tulus, tapi dia pernah tertimpa gossip “skandal motor dinas’. Tapi ternyata itu sekedar issue, jadi kabar burung itu pun Gone With The Wind.

Seiring dengan bertambahnya usia (dia lahir di Kepulauan Riau, 14 Agustus 1973), pemahaman tentang Konsep Diri pun berubah. Akhirnya dia meninggalkan dunia Setia Hati Teratainya, untuk lebih meningkatkan ilmunya, terutama Dinamika Struktur. 
Dengan bimbingan Suhu Sugeng, dia menemukan keasyikan tersendiri dalam Skripsi Matriks Tikarnya yang terkenal. Dengan orde 200 x 200, dia memecahkan rekor yang selama ini tidak diketahui siapa pemegang rekor yang sebenarnya.  

Setelah melewati masa bengong dan hopeless yang cukup panjang (kira-kira 3 bulanlah.......ngga’ pa-pa tho!! yang penting tidak 9 bulan 10 hari.....). Akhirnya semuanya berakhir dengan happy end, nilai A!!! (tapi terus terang aja itu karena ada Pak Indra, Pak Sugeng, Pak Adipa, Bu Titiek Noorida, Pak Widodo, Pak Jasmin, Bu Dewi, Mas Hari Dalbo, Mbak Sri, Mbak Ar, Mbak Endang, Pak Yunus !!!!! coba kalo cuma Didik, Endah, Senot, Fandi, Nita......mereka ‘kan angkatan sembilan satu!!).

            
Berbekal rekomendasi dari PP, maka masuklah ia ke PP (menurut logika kalimat, ungkapan ini benar!).Ternyata dia tidak salah masuk perusahaan. Baru kerja beberapa bulan saja, dia sudah memberanikan diri sebagai penyokong dana terbesar JPS (Jaring Pengaman Segenap dhuafa). Untuk itulah dia memperoleh gelar kehormatan dengan 4 bintang (dari kaum dhuafa itu sendiri!!! Siapa lagi, mosok pemerintah!!! Nonsense).

Meski profil kita satu ini sudah kaya raya, tetapi patut diacungi jempol sebagai pribadi yang low profile. Suatu hari kedapatan sedang bad mood. Maka dia mencari suasana baru nginep di salah seorang temannya di Lawang.  Besuknya bad moodnya ‘ngga hilang. 


Dalam rangka kembali ke Surabaya, e…e….ada seorang temannya yang supir angkot Lawang-Arjosari lewat. Maka dengan semangat ’45 dia nyetop angkot LA tersebut , maksa ikut. Maka hari itu dia bolos kerja bela-belain nebeng ‘ntuk narik angkor 2 rit. Hasilnya….lumayan… lebih besar dari honor seorang asisten tugas.