Si Roed......
Rasanya ibunya dulu
melahirkan dia, hanya bercita-cita sederhana: anaknya lahir sehat dan berguna
bagi nusa dan bangsa (merdeka!!!!!!). Tidak lebih. Tapi apa daya, sebagai seorang pribadi yang mandiri, dia
telah menentukan jalan hidupnya sendiri: menjadi seorang pendekar. Sebagai
seorang satrio ing Ngalogo (bukan satrio Piningit of course), dia memperoleh
posisi yang terhormat: dewan guru (ilmunya banyak lho!! ya Kokoh Tegangan, ya
Mektan, ya Hidrolika de es be). Itulah Rudy Harsono, meski lebih bangga dipanggil
Si Roed, yang ngakunya punya rumah di jl.Raya Malangsuko28 Tumpang, Malang.
Dengan berbekal keilmuannya
itulah, dia melebarkan sayap pergaulannya: dengan kakak kelasnya, adik kelasnya
dan jurusan lain seperti pengairan (Underline, Bold, Font 18). Dan dengan rasa
percaya diri yang kuat (sebagai pendekar itu tadi, tau!!) dia mewakili angkatan
’91 duduk di BPM. Siapa berani mendekat, sikat!!! tidak pandang bulu, bulu apa
saja deh.
Pokoknya dia mencoba berjuang sekuat tenaga untuk mewakili partainya.
Dalam hal ini posisi dia kuat, karena didukung dengan suara mayoritas, sehingga
syarat pendukungnya >2% jelas terpenuhi. Tapi yang pasti, dia tidak menuntut
gaji 10 juta dan tunjangan mobil Kijang, karena dia sadar sesadar-sadarnya
bahwa BPM berbeda dengan KPU. Sungguhpun perjuangan dia tulus, tapi dia pernah
tertimpa gossip “skandal motor dinas’. Tapi ternyata itu sekedar issue, jadi
kabar burung itu pun Gone With The Wind.
Seiring dengan bertambahnya
usia (dia lahir di Kepulauan Riau, 14 Agustus 1973), pemahaman tentang Konsep
Diri pun berubah. Akhirnya dia meninggalkan dunia Setia Hati Teratainya, untuk
lebih meningkatkan ilmunya, terutama Dinamika Struktur.
Dengan bimbingan Suhu
Sugeng, dia menemukan keasyikan tersendiri dalam Skripsi Matriks Tikarnya yang
terkenal. Dengan orde 200 x 200, dia memecahkan rekor yang selama ini tidak
diketahui siapa pemegang rekor yang sebenarnya.
Setelah melewati masa bengong
dan hopeless yang cukup panjang (kira-kira 3 bulanlah.......ngga’ pa-pa tho!!
yang penting tidak 9 bulan 10 hari.....). Akhirnya semuanya berakhir dengan
happy end, nilai A!!! (tapi terus terang aja itu karena ada Pak Indra, Pak
Sugeng, Pak Adipa, Bu Titiek Noorida, Pak Widodo, Pak Jasmin, Bu Dewi, Mas Hari
Dalbo, Mbak Sri, Mbak Ar, Mbak Endang, Pak Yunus !!!!! coba kalo cuma Didik,
Endah, Senot, Fandi, Nita......mereka ‘kan angkatan sembilan satu!!).
Berbekal rekomendasi dari PP, maka masuklah ia ke PP (menurut logika kalimat, ungkapan ini benar!).Ternyata dia tidak salah masuk perusahaan. Baru kerja beberapa bulan saja, dia sudah memberanikan diri sebagai penyokong dana terbesar JPS (Jaring Pengaman Segenap dhuafa). Untuk itulah dia memperoleh gelar kehormatan dengan 4 bintang (dari kaum dhuafa itu sendiri!!! Siapa lagi, mosok pemerintah!!! Nonsense).
Dalam rangka kembali ke Surabaya, e…e….ada seorang
temannya yang supir angkot Lawang-Arjosari lewat. Maka dengan semangat ’45 dia
nyetop angkot LA tersebut , maksa ikut. Maka hari itu dia bolos kerja
bela-belain nebeng ‘ntuk narik angkor 2 rit. Hasilnya….lumayan… lebih besar
dari honor seorang asisten tugas.